
Ternate, Dewa Kipas – Baru-baru ini Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda Laos, dituding terjebak konflik kepentingan di beberapa perusahaan tambang nikel. Salah satunya adalah PT Karya Wijaya yang beroperasi di pulau Gebe, Kabupaten Halmahera Tengah.
Namun, tudingan tersebut kemudian diklarifikasi oleh Gubernur Sherly dalam podcast Curhat Bang Denny Sumargo.
Sherly menyatakan kepemilikan saham bukanlah hasil dari conflict of interest (konflik kepentingan) selama menjabat, melainkan merupakan hasil dari turun waris mendiang suaminya.
“Benar, saya punya saham hasil dari milik almarhum saya yang sudah dimiliki dari 2018-2020, bahkan di bawah tahun-tahun tersebut. Dan kemudian sekarang nama saya ada karena hasil dari turun waris,” ujarnya, Rabu (19/11).
Sherly menegaskan bahwa izin perusahaan tambang tersebut telah ada sebelum dirinya maju sebagai calon Gubernur Maluku Utara. Bahkan, sebelum dilantik sebagai Gubernur Maluku Utara, ia sempat keluar dari kepengurusan beberapa perusahaan.
Hal itu dilakukan Sherly, untuk menjaga etikanya sebagai kepala daerah, serta menjunjung tinggi aturan perundang-undangan yang melarang seorang pejabat publik menjadi pengurus perusahaan.
Lebih lanjut, sejak menjadi Gubernur Maluku Utara tidak ada satu pun izin tambang yang ditanda tanganinya. Terlebih, Gubernur tidak lagi memiliki kewenangan untuk menerbitkan izin usaha pertambangan atau IUP.
“Yang mengeluarkan perizinan itu Kementerian, Gubernur itu tidak punya kewenangan untuk mengeluarkan IUP,” pungkas dia.
Langkah Sherly Tjoanda, yang keluar dari kepengurusan perusahaan sebelum menjabat sebagai Gubernur mendapat apresiasi dari publik Maluku Utara. Sebagian menilai tudingan terhadap Sherly Tjoanda tidak berisi atau “asal bunyi” yang hanya memperkeruh suasana. (*)