
Oleh: dr. Megawati Abubakar, Sp.JP
Pulau-pulau kecil di Maluku Utara telah terlalu lama menjadi bukti nyata betapa pembangunan tidak pernah sepenuhnya menyentuh daerah terluar. Di tempat-tempat ini, hak kesehatan bukan sekadar sulit dicapai, bahkan sering hanya menjadi slogan politik yang tidak bermakna. Ketika ibu hamil, bayi, atau warga sakit parah harus menempuh perjalanan laut berjam-jam dengan perahu kecil, jelas bahwa negara gagal menyediakan pelayanan dasar bagi warganya.
Fasilitas kesehatan yang ada hanyalah bangunan sunyi: tanpa dokter, tanpa bidan tetap, tanpa alat, dan tanpa kapasitas menyelamatkan nyawa. Sementara itu, pemerintah provinsi dan kabupaten setiap tahun menganggarkan program kesehatan miliaran rupiah, tetapi hasilnya tidak pernah benar-benar menjangkau pulau-pulau yang paling membutuhkan. Ini bukan hanya kekurangan anggaran—ini adalah kegagalan sistemik dan kelalaian politik.
UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Permenkes tentang SPM, dan Sistem Rujukan Nasional mewajibkan pemenuhan layanan ibu dan bayi. Namun apa artinya hukum kesehatan jika ia hanya menjadi dokumen peraturan, sementara implementasinya runtuh di pulau-pulau yang tak terlayani? Apa gunanya standar layanan bila jarak, cuaca, dan minimnya transportasi selalu menjadi penghalang utama?
Karena itu, transmigrasi penduduk pulau kecil bukan sekadar alternatif, tetapi keputusan politik yang menunjukkan keberpihakan nyata. Relokasi adalah pengakuan bahwa negara harus melakukan sesuatu yang lebih besar daripada sekadar mengirim bantuan sesekali atau membangun bangunan yang tidak terisi. Transmigrasi menjadi bentuk pembenahan struktural yang telah lama diabaikan.
Menunda kebijakan relokasi berarti terus membiarkan warga kepulauan hidup di dalam lingkaran ketidakadilan. Ini bukan hanya masalah akses kesehatan, tetapi masalah bagaimana pemerintah memilih untuk memprioritaskan warganya. Apakah pemimpin daerah siap mengambil keputusan berani yang menyelamatkan nyawa, atau tetap terpaku pada status quo yang sudah terbukti gagal?
Mari kita jujur: membangun fasilitas lengkap di setiap pulau kecil adalah mimpi yang tidak pernah akan terwujud. Bahkan jika anggarannya ada, tenaga kesehatannya tidak tersedia. Transportasi rujukan pun tetap berisiko tinggi. Dan selama kondisi ini dibiarkan, masyarakat pulau kecil akan terus menjadi korban.
Transmigrasi adalah langkah nyata untuk mengakhiri rantai kematian yang bisa dicegah. Ia adalah indikator keberanian pemerintah untuk memutus siklus “pura-pura hadir” dan menggantinya dengan tindakan konkret. Tidak ada alasan lagi untuk menunda. Setiap penundaan sama artinya dengan membiarkan lebih banyak ibu, bayi, dan keluarga terjebak dalam situasi yang seharusnya tidak terjadi di negara yang mengaku menjunjung tinggi hak kesehatan.
Saatnya pemerintah berhenti sekadar berbicara dan mulai menyelamatkan nyawa.