
Ternate, Dewakipas.id – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia baru saja mengeluarkan aturan terkait tata kelola Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) sebagai landasan bagi pemerintah daerah untuk mengelola Izin Pertambangan Rakyat (IPR).
Regulasi ini tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 18 Tahun 2025, sebagai pelaksanaan PP Nomor 39 Tahun 2025, yang merevisi PP Nomor 96 Tahun 2021. Aturan ini ditandatangani pada 14 November 2025 di Jakarta.
Pada Pasal 77 ayat 1 mengatur kewajiban finansial bagi orang perseorangan atau Koperasi pemegang izin pertambangan rakyat. Bagi IPR dengan komoditas mineral logam, wajib membayar iuran pertambangan rakyat.
Sementara itu, dalam ayat 1 huruf b, pemegang IPR komoditas mineral bukan logam, mineral bukan logam jenis tertentu, dan batuan, diwajibkan membayar pajak daerah dan iuran pertambangan rakyat.
“Iuran pertambangan rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a menjadi bagian dari struktur pendapatan daerah berupa pajak dan/atau retribusi daerah,” bunyi Pasal 77 ayat 2 dilihat Dewakipas.id, Minggu (23/11/2025).
Dalam pelaksanaan IPR, gubernur wajib bertanggung jawab atas pengelolaan lingkungan hidup, reklamasi dan pemulihan dampak lingkungan termasuk kegiatan pascatambang.
“Pemegang IPR wajib membuka rekening bank qq gubernur untuk penempatan jaminan reklamasi dalam bentuk penyetoran sebesar 10 persen dari setiap penjualan mineral,” tulis Pasal 76 ayat 2.
Selanjutnya, dari hasil pengelolaan tersebut, gubernur mempunyai kewenangan menunjuk badan usaha milik negara (BUMN), badan usaha milik daerah (BUMD), atau badan usaha swasta untuk melakukan pengolahan dan pemurnian mineral logam yang dihasilkan dari penambangan IPR di wilayahnya. (*)